Istilah
barokah sering kita jumpai di pesantren-pesantren, pengajian kecil di
surau-surau pedesaan dan sekolah yang basis keagamaanya masih kental serta
konserfatif, sehingga istilah barokah ini menjadi pertimbangan besar bagi
santri atau murid di sekolah, surau atau pesantren untuk berbuat hal negatif
kepada gurunya, oleh karena itu siswa akan patuh kepada gurunya (tidak kurang ajar) demi mendapatkan
barokah, bisa dibilang barokah termasuk sistem pendidikan karakter yang pada
zaman sekarang menjadi perbincangan dikalangan praktisi pendidikan.
Sering kita mendengar, khususnya di
pesantren-pesantren bahwa barokah bisa diperoleh dengan pengabdian atau barokah
adalah pengabdian itu sendiri, sehingga banyak dikalangan santri yang lebih
memilih mengabdi kepada kiainya dengan sepenuh hati, bahkan ada yang
menyalahgunakan pengabdian itu hingga meninggalkan belajar dengan berkata, buat
apa sekolah, lebih baik cari barokah, bahkan ada yang berpersepsi bahwa barokah
bisa menjadikan seseorang menjadi kiai, guru atau pejabat dengan berkata si
fulan menjadi anu dan anu karena barokah yang ia peroleh waktu mondok di tempat
itu. Tidak bisa disalahkan orang yang beranggapan demikian, karena relitas diatas
sedikit membuktikan, namun juga tidak bisa dibenarkan secara utuh, bagi penulis
mungkin yang berkata seperti itu adalah oknum yang belum memahami barokah
secara utuh.
Ustad atau guru dipesantrenpun
bertitah agar santri dan muridnya mengabdi agar mendapatkan barokah, mencium
tangan guru, mencuci pakaian guru bahkan membalik sandal gurunya kearah yang
enak ketika mau keluar dari majlispun dikatagorikan barokah, nah oleh karena
itu perlu adanya pemahaman tentang sebenarnya barokah itu apa? Dan bagaimana?
Agar tidak terjadi salah persepsi sehingga berdampak pada fanatik buta dan
kesirikan karena beranggapan bahwa guru dan hal-hal diataslah sumber barokah.
Barokah secara teori adalah
ziyadatul khoir (bertambahnya kebaikan)
orang yang stiap waktu dan setiap harinya bertambah lebih baik maka orang itu
sudah pasti mendapatkan barokah, jadi jika dimasukkan kedalam teori ini maka
praktik diatas bukanlah acuan mendasar santri atau siswa mendapat barokah dan
bukan pula acuan dengan barokah orang bisa menjadi kiai pejabat atau guru ketika
terjun kemasyarakat .
Pendapat lain mengatakan bahwa
barokah adalah jalbul khoir (sesuatu yang
bisa mendatangkan kebaikan), sehingga dengan pengertian ini barokah menjadi
lebih luas lagi dan gampang untuk mendapatkannya meski tanpa pengabdian kepada
guru.
Pengertian diatas sebenarnya
sama-sama benar karena jika kita melacak pada sumber Al-Qur’an akan ditemukan
bahwa sumber yang paling utama dari barokah ini adalah Allah SWT, dan dengan
rahman rahimnya Allah, Allah memberikan perantara untuk mendapatkan barokah,
perantara-perantara itu antara lain adalah:
Pertama,
barokah melalui perantara waktu pada
QS, Addukhon ayat 3 Allah menjelaskan bahwa Allah menurunkan haamim dan kitabil
mubin pada malam yang penuh barokah, sehingga banyak dari kalangan ulama yang
berpendapat bahwa sepertiga malam adalah waktu yang penuh berokah, malam pada
bulan ramadhan khususnya lailatul qadr adalah waktu barokah.
Kedua,
barokah melalui perantara tempat bisa dilihat dalam QS. Al Isro’ ayat 1 dalam
ayat ini Allah menyebutkan nama tempat yang berupa masjid, dan ulama juga berpendapat bahwa masjid adalah
baitullah (Rumah Allah).
Ketiga, barokah
melalui perantara manusia bisa dilihat dalam surat maryam ayat 32 dan al mukmin
ayat 29 yakni ada pada orang tua dan family kita, jadi percaya atau tidak Allah
betul-betul menurunkan barokah dimuka bumi.
Secara global bisa djawab kenapa
orang yang mengabdi ke pesantren, ke guru, ke ustad ketika pulang dari rumah
menjadi kiai, ............................................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar