Kamis, 19 September 2013

BAROKAH, Antara Teori Ke-Realitas sosial

             Istilah barokah sering kita jumpai di pesantren-pesantren, pengajian kecil di surau-surau pedesaan dan sekolah yang basis keagamaanya masih kental serta konserfatif, sehingga istilah barokah ini menjadi pertimbangan besar bagi santri atau murid di sekolah, surau atau pesantren untuk berbuat hal negatif kepada gurunya, oleh karena itu siswa akan patuh kepada gurunya (tidak kurang ajar) demi mendapatkan barokah, bisa dibilang barokah termasuk sistem pendidikan karakter yang pada zaman sekarang menjadi perbincangan dikalangan praktisi pendidikan.
            Sering kita mendengar, khususnya di pesantren-pesantren bahwa barokah bisa diperoleh dengan pengabdian atau barokah adalah pengabdian itu sendiri, sehingga banyak dikalangan santri yang lebih memilih mengabdi kepada kiainya dengan sepenuh hati, bahkan ada yang menyalahgunakan pengabdian itu hingga meninggalkan belajar dengan berkata, buat apa sekolah, lebih baik cari barokah, bahkan ada yang berpersepsi bahwa barokah bisa menjadikan seseorang menjadi kiai, guru atau pejabat dengan berkata si fulan menjadi anu dan anu karena barokah yang ia peroleh waktu mondok di tempat itu. Tidak bisa disalahkan orang yang beranggapan demikian, karena relitas diatas sedikit membuktikan, namun juga tidak bisa dibenarkan secara utuh, bagi penulis mungkin yang berkata seperti itu adalah oknum yang belum memahami barokah secara utuh.
            Ustad atau guru dipesantrenpun bertitah agar santri dan muridnya mengabdi agar mendapatkan barokah, mencium tangan guru, mencuci pakaian guru bahkan membalik sandal gurunya kearah yang enak ketika mau keluar dari majlispun dikatagorikan barokah, nah oleh karena itu perlu adanya pemahaman tentang sebenarnya barokah itu apa? Dan bagaimana? Agar tidak terjadi salah persepsi sehingga berdampak pada fanatik buta dan kesirikan karena beranggapan bahwa guru dan hal-hal diataslah sumber barokah.
            Barokah secara teori adalah ziyadatul khoir (bertambahnya kebaikan) orang yang stiap waktu dan setiap harinya bertambah lebih baik maka orang itu sudah pasti mendapatkan barokah, jadi jika dimasukkan kedalam teori ini maka praktik diatas bukanlah acuan mendasar santri atau siswa mendapat barokah dan bukan pula acuan dengan barokah orang bisa menjadi kiai pejabat atau guru ketika terjun kemasyarakat .
            Pendapat lain mengatakan bahwa barokah adalah jalbul khoir (sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan), sehingga dengan pengertian ini barokah menjadi lebih luas lagi dan gampang untuk mendapatkannya meski tanpa pengabdian kepada guru.
            Pengertian diatas sebenarnya sama-sama benar karena jika kita melacak pada sumber Al-Qur’an akan ditemukan bahwa sumber yang paling utama dari barokah ini adalah Allah SWT, dan dengan rahman rahimnya Allah, Allah memberikan perantara untuk mendapatkan barokah, perantara-perantara itu antara lain adalah:
            Pertama,  barokah melalui perantara waktu pada QS, Addukhon ayat 3 Allah menjelaskan bahwa Allah menurunkan haamim dan kitabil mubin pada malam yang penuh barokah, sehingga banyak dari kalangan ulama yang berpendapat bahwa sepertiga malam adalah waktu yang penuh berokah, malam pada bulan ramadhan khususnya lailatul qadr adalah waktu barokah.
            Kedua, barokah melalui perantara tempat bisa dilihat dalam QS. Al Isro’ ayat 1 dalam ayat ini Allah menyebutkan nama tempat yang berupa masjid, dan  ulama juga berpendapat bahwa masjid adalah baitullah (Rumah Allah).
Ketiga, barokah melalui perantara manusia bisa dilihat dalam surat maryam ayat 32 dan al mukmin ayat 29 yakni ada pada orang tua dan family kita, jadi percaya atau tidak Allah betul-betul menurunkan barokah dimuka bumi.
            Secara global bisa djawab kenapa orang yang mengabdi ke pesantren, ke guru, ke ustad ketika pulang dari rumah menjadi kiai, ............................................................................................

             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar