Madura,
28.03.1989 tahun kericuhan,
Suasana desa sekarasih masih mencekam setelah pemilihan kepala desa dua
bulan yang lalu , sebab pemilihan kepala
desa sekarasih dianggap penuh kecurangan,
kepala desa terpilih dianggap menyalahi aturan dalam pemilihan, sehingga
pak narto pesaing pak mamat tidak terima atas kekalahannya, pak narto masih
menyimpan dendam berkesumat dihatinya, lantaran dipermalukan ketika debat
kandidat dan merasa ditelikung oleh pak mamat. Namun pak narto menahan
dendamnya itu.
Suasana sekarasih semakin kisruh saat beberapa warga desa melaporkan
kehilangan sapi, kambing, ayam bahkan jemuran, berita kehilangan ini mulai
diperbincangkan di warung kopi, balai desa, pos ronda dan tempat ramai lainnya,
sehingga berita cepat menyebar seperti angin, ujung-ujungnya masyarakat
sekarasih berang dan curiga kepada pak Narto yang gagal dalam pemilihan kepala
desa.
“wah.....ini tidak boleh dibiarkan, bisa2 sapi saya juga dimaling sama
bejing[1]nya
pak narto “ kata suherman kepada teman2nya di warung kopi pok ijah warung kopi
faforit warga sekarasih. “ia, ia betul itu man, kita harus segera menindak ini”
yudi mengiyakan “ e e e e tak boleh asal nuduh kamu man kalau tak ada bukti,
pak narto tak mungkin menyuruh hal yang seperti itu, karena q tahu betul beliau
tak seperti itu” sanggah irul setelah meminum kopi susu yang baru iya pesan
“ini sudah menjadi rahasia umum rul, warga disini curiga kepada pak narto, tapi
tak berani mengungkapkannya, lagian sudah biasa kalau sehabis pemilihan kepala
desa pasti banyak maling” kata suherman meyakinkan “tapi kamu tak punya bukti
kan” irul menunjukkan jari telunjuknya ke arah suherman, “jangan menunjuk
seperti itu kepadaku” dengan nada keras, suherman mulai panas karena tempramennya
memang keras, hampir saja terjadi pertengkaran antara suherman dan irul yang
waktu pemilihan mendukung pak narto “ wessssssssssssss..... jek atokaran[2]”
wahid melerai ketegangan “lebih baik kita tambah keamanan desa ini, jika ada
yang mencurigakan, langsung arek[3]”
lanjut wahet, keteganganpun mulai reda “eh kemaren jemuranku hilang, maling
mana coba yang mau nyuri jemuran kalau bukan perusuh” sambung pok ijah sambil
melayani farhan yang baru duduk disebelah irul, “kalau begitu alangkah lebih
baiknya kita laporkan ke pak mamat selaku kepala desa terpilih, siapa tahu
beliau bisa menyelesaikan masalah ini, kalau tidak yo kita turunkan saja”
farhan mencoba memberi saran, dan semua mengangguk tanda setuju.
Keesokan harinya suherman, farhan dan wahet bersama-sama menuju
kediaman pak mamat dan melaporkan keresahan warga sekarasih “anu pak, kami dari
kampung trojan, ingin melaporkan keresahan-keresahan warga, siapa tahu.....”
“masalah kehilangan toh”potong pak mamat seolah-olah mengetahui semua kejadian
di desanya yang baru sebulan dia pimpin “masalah itu akan beres dalam seminggu,
saya itu yg memegang setengah bejingan di desa ini, jadi kalian tak usah
risaukan lagi permasalah itu” kata pak mamat meyakinkan. suherman, farhan dan
wahit hanya mengangguk-angguk “monggo minum tehnya” pak mamat mempersilahkan
sambil membuka tutup toples kue didepannya dan menawarkan dengan ramah ”mari
dimakan”.
“menurut bapak apa penyebabnya
pak, padahal sebelum pemilihan, desa kita aman2 saja”tanya suherman sambil
mengambil jajan di depannya “kayak yang tak tahu aja kalian, hal ini kan sudah
biasa terjadi tiap selesai pemilihan
kepala desa, biaya pencalonan dan biaya kampanyenya kan mahal, jadi wajar jika
ada yang tak puas dengan hasil pemilihan dan ingin mengembalikan modal kampanyenya”
pak mamat berhenti sejenak dan menyeruput kopi susu kesukaannya kemudian
melanjutkan “q tak perlu toh menyebutkan nama, kalian paham kan” suherman,
farhan dan wahet mengangguk-angguk lagi tanda mengerti “ini masih pilkades ya
pak, bagaimana kalau pemilihan calon legeslatif, kira-kira berapa habisnya ya
pak” wahit, yang mulai dari tadi hanya senyum dan mendengarkan mencoba
bertanya, menghangatkan suasana karena perbincangan diantara mereka berhenti
“mangkanya kalau tidak punya modal yang cukup dan kometmen yang kuat jangan
coba-coba nyaleg jika tidak mau gila atau mau punya banyak hutang atau mau
melakukan hal yg seperti sekarang ini, kalau saya sendiri lebih suka seperti
yang dulu yakni tidak melibatkan rakyat dalam pemilu” kata pak mamat menjelaskan
sekenanya “kenapa begitu pak, bukannya ini yang dinamakan demokrasi?” lanjut
wahit bertanya “ia..... benar demokrasi, tapi moral rakyat ikut rusak kan,
mudah disogok dan lain sebagainya, karena mereka belum siap dengan yg namanya
demokrasi”wahit mengangguk-angguk sendiri sambil menyeruput kopi terakhirnya dan suasana menjadi hangat
kembali yang sesekali diselai tawa dari mereka. “kalau begitu kami pamit dulu
pak, takut kemaleman dijalan” sambil berdiri “owww ya ya, kalau ada apa-apa
jangan sungkan-sungkan datang lagi kesini” juga berdiri sambil menyambut
jabatan tangan suherman, wahit dan farhan dengan senyum ala pejabat desa.
Keesokan harinya desa sekarasih digemparkan dengan berita bahwa
pencurian di desa sekarasih dalangnya adalah pak narto karena gagal dan ingin
mengembalikan modal yang telah ia keluarkan semasa kampanya, suherman paling
rajin menyampaikan berita dari warung ke warung, dan akhirnya terdengar juga
ditelinga pak narto dan kelompoknya, alangkah geramnya pak narto mendengar
berita itu, belum lagi sembuh sakit hatinya kini pak narto dituduh melakukan
pencurian “surannnn cari orang yang menyebarkan fitnah ini sebelum warga desa
berdatangan kesini” pak narto menyuruh kepada bejingnya, tanpa komentar panjang
suran langsung berangkat bersama kawan-kawan bejingannya, dalam sehari suran
menemukan dalangnya dan membawa suherman menghadap pak narto “kamu dapat dari
mana berita ini dan kenapa kamu menyebarkannya ke masyarakat” tanya pak narto
dengan wibawa, dengan gemetar suherman menceritakan semua yang ia kerjakan,
mulai dari bertamu ke pak mamat hingga dibawa menghadap ke pak narto oleh
suran, “jika kamu ingin selamat, kabarkan lagi kepada masyarakat bahwa itu
adalah fitnah”pinta pak narto kepada suherman “ awasi dia ran”.
Suherman menjadi sangat takut waktu itu meminum kopipun suherman
gemetar “kenapa kamu man” farhan mengejutkan suherman “kok tak seperti
biasanya” kemudian dengan nada rendah suherman menceritakan hal-hal yang
terjadi padanya “bahaya kamu man, mangkanya jangan jadi penyampai lidah orang,
begini kan jadinya, ya sudah klo memang seperti itu kamu menta perlindungan ke
pak mamat” farhan mencoba memberi masukan dengan berbisik “terima kasih han, kamu memang teman
terbaikku” suherman agak tenang dan langsung menuju rumah pak mamat kemudian
bercerita bahwa dirinya dipanggil pak narto. “ow.....seperti itu, kamu diam
saja disini dulu” kata pak mamat menenagkan, kemudian pak mamat memanggil
bejingannya dan masuk kesebuah rumah untuk merencanakan pembunuhan pak narto, karena pak mamat merasa
pak narto telah menginjak-injak nama baiknya.
# #
#
Seminggu kemudian saat pak narto menuju bank desa, tiba-tiba di jalan
perapatan yang biasanya sepi, pak narto dikepung oleh beberapa orang dengan
clurit di tangannya, namun dengan sigap pak narto mengambil HP-nya dan
menghubungi suran untuk mendatanginya ke perapatan.
“siapa kalian? Dan mau apa kalian?” tanya pak narto, kemudian dari
sebelah barat keluarlah pak mamat dari
arah samping pak narto “ hahaha habis kau sekarang narto, setelah q kalahkan
kau di pilkades sebulan yang lalu, q belum puas sebelum membunuhmu, dan ini
sebanding dengan sakit hati yang kau torehkan dihatiku sembilan tahun silam”pak
mamat sambil mengusap dadanya “owww engkau masih menyimpan dendam setelah kita
saling memaafkan, dimana hatimu mat hanya permasalahan wanita hatimu jadi buta” “hanya....kau bilang hanya, itu semua
karena kau tak merasakan hal yang aq rasakan selama bertahun-tahun” pak mama
menudingkan cluritnya kearah pak narto “lebih baek kau berbicara dengan clurit
ini, agar kau tahu artinya penderitaan, pateen kanak[4]”
pak mamat meyuruh membunuh pak narto kepada bejingannya, dengan sigab pak mamat
mengambil clurit di pinggulnya dan menebaskan kepada salah satu bejingan pak
mamat, pak narto bertarung seperti
pahlawan, satu dua pukulan pak narto masih bisa mengelaknya, karena kalah
jumlah akhirnya pak narto kelelahan dan terkena bacok dipunggungnya hampir saja
salah seorang bejingan pak mamat menebas perut pak narto, beruntung pak narto
karena suran dan kawan-kawannya tidak terlambat datang ke arena, bejingan yg
hendak menebas perut pak narto berhenti karena mendengar teriakan Suran “hai
berhenti , beraninya kalian main keroyokan” suran dan kawan-kawannya sambil
lari menuju arena carok dan terjadilah carok massal hingga semua mati termasuk
pak mamat, kecuali pak narto yang luka
parah di bagian punggungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar