by.
ijank aktifis waliyullah*
Madura, 1989:
Tiba-tiba suasana menjadi hening setelah
suran menggebrak meja dengan sangat keras “ tak usah takut pada si parjo, dia
tak ada apa-apanya dibanding keluarga kita” suran mebangkitkan keberanian
keluarganya dan mengatur strategi untuk mengalahkan keluarga parjo, yang semula keluarga suran ketakutan
melawan parjo kini keberanian mereka bertambah dua kali lipat, belum selesai
mereka mengatur strategi tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar rumah
mereka
“ surannnnnnnnnnnnnnnnnn
keluar kau!” suasana ruang menjadi hening kembali mendengar teriakan yang
menurut mereka tidak sopan, lantas suran mengambil celuritnya dan menuju ke pintu
rumah bersama keluarganya memastikan dan
menyambut tamu yang menurutnya tidak sopan, alangkah terkejut mereka, orang
yang tak sopan itu adalah parjo yang menjadi bahan pembicaraan keluarga suran.
“berani sekali kau datang kesini, sekarang
pilih keluar dari pekarangan rumah ini atau darahmu harus mengalir dipekarangan
ini” pekik suran kepada parjo, tapi parjo tenang-tenang saja berdiri sambil
tertawa menyombongkan dirinya “ entahlah…….., apakah kau mampu?, Atau darah
kalian yang mengucur di pekarangan kalian sendiri” kata-kata parjo membuat seisi rumah geram,
anam adiknya suran berteriak sambil lari
menghampiri Parjo dengan celurit di tangan kanannya, tapi dengan mudahnya Parjo
menepis serangan anam hingga anam terjatuh, hampir saja Parjo mengibaskan
celuritnya kearah anam, tapi dengan tangkas dan cepat suran langsung menebaskan
celuritnya kepunggung Parjo hingga Parjo tersungkur dan mengurungkan niatnya
menebas anam “ setetespun tidak akan kubiarkan darahku mengalir disini ”Parjo
menyombongkan diri dengan kekebalannya sambil membalik badannya, Parjo memasang kuda-kuda untuk membacok suran,
tapi anam buru-buru bangkit dan membacok punggung Parjo hingga urung lagi
niatnya membacok suran dan membalikkan badannya untuk membacok anam, saat
badannya berbalik suran membacoknya dari belakang dan begitu seterusnya hingga Parjo
terjatuh karena berkali-kali dipukuli meski tak ada luka dipunggungnya “ ini
akibat orang sombong” suran berserapah, anam tanpa sengaja mengambil kopyah
nasional Parjo dan membacoknya, alangkah terkejutnya anam, ternyata kekebalan Parjo ada di kopyahnya,
darah Parjopun mengalir, tapi anam dan
suran tidak membunuhnya, mereka membiarkan Parjo tergeletak dengan luka di
tubuhnya.
Carok yang terjadi antara suran dan Parjo
langsung terdengar oleh keluarga Parjo, suasanapun memanas, keluarga Parjo mulai bersiap-siap untuk
membantu Parjo dan mempertahankan nama keluarga mereka “ tembeng pote mata,
pengoan pote tolang[1]”
kata sarnuji kakaknya Parjo yang paling besar dan kuat dikeluarga Parjo, berangkatlah
sarnuji bersama adik-adiknya yang lain, suasana desapun tambah mencekam, semua
orang desa berhamburan menuju rumah suran, mereka ingin melihat pertarungan
antara keluarga suran dan keluarga Parjo yang memang bermusuhan sejak lama,
Setelah sampai di rumah suran, hati sarnuji
semakin panas melihat adiknya tergeletak tak berdaya “ini akibatnya jika tidak
sopan bertamu kerumah orang, dan ini akibatnya jika menyombongkan diri, apakah
kalian mau bernasip sama dengan Parjo? ” dengan nada keras suran menggertak dan
memperingati rombongan sarnuji.
Wajah
sarnuji memerah geram, sarnujipun menghampiri suran, tanpa banyak omong sarnuji
menebaskan cluritnya kearah suran tapi dengan tangkas suran mengelak, pertarunganpun semakin memanas karena mereka sama-sama
pintar dan ahli memainkan celurit, berselang satu jam tetap tak ada yang
terluka dan tak ada yang berani melerai karena akibatnya bisa fatal kepeda yang
mencoba melerai,
“berhenti, berhenti, berhenti” teriak seorang
wanita dari kejauhan, tapi carok tetap tak berenti, entah karena tak mendengar
atau memang tak dihiraukan “berhenti,berhenti” wanita ini tetap memaksa, mata wargapun tertuju pada gadis yang tak
lain adalah Fatimah wanita yang diperebutkan oleh Parjo dan suran, suran dan
sarnuji tetap tak menghiraukan pekikan Fatimah malah carok semakin memanas
karena adik-adik sarnuji ikut membantu sarnuji begitupun keluarga suran,
Entah apa yang ada dibenak Fatimah, Fatimah
lari menuju arena carok saat suran dan sarnuji mengangkat clurit untuk saling
menebaskan cluritnya, alangkah naas fatimahlah yang mereka tebas dan carokpun
berhenti, celurit suran lepas dari tangannya , air matanya mengalir seakan
menghilangkan kehebatannya, Parjo berteriak keras dengan air mata yang tak
dapat dibendungnya, wanita yang mereka rebut kini telah tiada, Parjo sangat
menyesal begitupun suran, sarnujipun ikut menangis, kehebatan mereka sekarang
dikalahkan oleh kesedihan dan tangisan mereka.
“ayo bunuh aku juga” dengan suara terbata-bata
karena menangis orang tua Fatimah mendatangi mereka satu persatu sambil
menjulurkan celurit, “kenapa kalian tidak mau membunuhku, ayo selesaikan semua
dengan kekerasan, bunuh aku juga” tak ada satupun dari mereka yang bergerak,mereka
hanya bisa menangis menyesali perbuatan mereka.
·
Penulis
adalah Dewan Pakar Rayon IKSASS Pamekasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar